Masa kecilku di kampung kalau kuingat-ingat menggelikan juga. Kok
bisa-bisanya ya waktu aku masih kecil dah pacaran malah sudah berbuat
jauh pula. Ceritanya gini. Waktu itu aku tinggal di desa yang jauh dari
kota. Anak-anak di desa tidak bermain di mall seperti di kota, lha wong
di desa gak ada mall. Yang ada cuma pasar, itu pun tidak setiap hari
ada. Pasar ramai pada hari-hari tertentu saja.
Kami
anak anak, waktu itu kalau nggak salah ingat aku masih kelas 6 SD kalau
menghabiskan waktu bermain di sawah, dirumah kadang-kadang berenang di
sungai. Cari ikan, cari buah-buahan ya apa saja. Kalau malam kami sering
main di halaman rumahku yang luas. Kebetulan halaman rumahku seperti
memiliki alun-alun kecil di samping rumah, jadi tempat itu dijadikan
pusat bermain anak-anak di sekitar rumahku.
Soal bermain-main rasanya tidak usaha dibahas panjang lebar. Ada satu
permainan yang mengesankan dan sampai sekarang masih terus ku ingat ,
sehingga akhirnya aku tuturkan dalam cerita ini . Kami jika selepas
magrib sering berkumpul, anak laki-laki dan perempuan. Umumnya usia kami
sebaya antara kelas 5 dan kelas 6 SD.
Pada usia segitu, kami belum merasa berbeda antara anak laki-laki dan
perempuan. Jadi tidak ada rasa risi misalnya aku laki-laki bermain
dengan anak perempuan. Hanya saja mainan khas anak perempuan, kami yang
laki-laki tidak memainkannya. Namun ada mainan yang laki perempuan
berbaur. Permainan itu adalah main umpet-umpetan atau bersembunyi.
Aturan mainnya tidak usah aku jelaskan, karena nanti jadi nglantur.
Kuanggap semua pembaca udah tau lah
Permainan umpet-umpetan biasa kami mainkan selepas waktu magrib sampai
sekitar jam 9. Kuingat benar waktu itu aku merupakan anak yang pandai
bersembunyi sehingga aku jarang ditemukan. Ketika giliran aku
bersembunyi aku segera berlari ke belakang rumah yang agak gelap.
Kebetulan di situ ada lemari yang baru setengah jadi. Posisinya tidak
terlalu rapat ke dinding. Diantara celah itulah aku bersembunyi. Rupanya
Ida mengikutiku mencari persembunyian. Ketika aku menyelip diantara
lemari dengan dinding dia memaksa ikut pula bersembunyi disitu. Celahnya
tidak begitu besar, tetapi untuk dua anak sekecil kami masih bisa muat,
tapi ya harus berdiri berhimpitan. Ida memaksa bersembunyi bersamaku,
sehingga badan kami berhimpitan di sela-sela lemari itu. Dia
membelakangiku sehingga aku seperti memeluk Ida dari belakang. Pantatnya
yang agak tonggeng menekan bagian kemaluanku. Kami berusaha tidak
menimbulkan suara sehingga berdiri mematung. Namun penisku yang tertekan
pantat Ida rupanya memberi rangsangan. Tanpa aku sengaja, penisku jadi
menegang.
“Apaan sih ini keras-keras,” kata Ida merasa risi, karena penisku menekan pantatnya.
“Jangan berisik nanti ketauan,” kataku.
Ida akhirnya diam, dan aku merasakan kenikmatan menjalar ke seluruh tubuhku.
Mungkin karena naluri, aku memeluk Ida lebih rapat. Padahal pada waktu
itu aku belum pernah merasakan nafsu kepada perempuan. Namun karena
dorongan naluri saja mungkin maka aku memeluk Ida lebih rapat, agar
kemaluanku lebih tertekan. Ida diam saja.
Mungkin sekitar 5 menit sampai terdengar Udin berteriak menyerah baru
kami keluar dari persembunyian. Berikutnya aku kembali sembunyi di
tempat tadi. Ternyata Ida kembali mengikutiku. Posisinya sama lagi
seperti tadi. Aku kembali memeluk Ida rapat-rapat, karena rasanya nikmat
sekali penisku tertekan pantat Ida.
Aku tidak ingat benar asal muasalnya, tetapi ketika tanganku memeluk,
aku menyentuh dada Ida. Ada setumpuk daging empuk. Kemaluanku makin
mengeras dan aku gesek-gesekkan. Ida rupanya risih karena tanganku
menyentuh teteknya yang baru tumbuh dan penisku menekan-menekan
pantatnya. Tanganku ditepisnya dari wilayah dada dan dia kelihatannya
tidak suka aku pegang tetek kecilnya. Kuingat betul waktu itu Ida hanya
mengenakan kaus oblong dan seperti singlet dilapisan dalamnya. Aku lalu
mengingatkan Ida agar tidak berisik. Dia kemudian menurut dan diam, tapi
tanganku berusaha disingkirkannya dari susu kecilnya. Tapi aku suka
memegang susu kecilnya rasanya kok enak, empuk-empuk gitulah. Dia lalu
aku ancam, kalau tanganku tidak boleh memegang dadanya dia akan
kutinggal bersembunyi di tempat lain. Ida yang penakut akhirnya menahan
agar aku tidak pergi. Dia akhirnya membiarkan tanganku meremas-remas
teteknya. “Jangan keras-keras mas, sakit,” katanya.
Aku meremasnya pelan=pelan sambil menikmati keempukan tetek kecilnya.
Lama-lama aku bosan meremas dadanya dari luar. Aku ingin tahu bagaimana
sesungguhnya bentuk teteknya. Aku berusaha memasukkan tanganku dari
bawah. Belum kesampaian maksudku, Ida sudah mencegah. Aku kembali
mengancam akan meninggalkannya. Dia yang penakut akhirnya menyerah dan
membiarkan aku menjulurkan tanganku dari bawah kausnya.
Ketika aku jamah masih terasa ada penghalang kaus singletnya. Aku lalu
menyuruh Ida untuk mengeluarkan kaus singletnya. Ida menuruti dan aku
segera menggapai buah dada kecil. Waktu itu kurasa lucu sekali, ada
daging empuk nyembul sepasang dan ujungnya agak mengeras kecil. Ida diam
saja kuremas-remas, dia hanya mengingatkanku agar jangan terlalu keras
meremasnya.
Kepala Ida kemudian malah disandarkan ke bahuku. Aku heran, dia bernafas
seperti kecapaian habis lari-lari. Aku waktu itu sungguh tidak
mengerti.
Setelah puas, aku mengakhiri meremas-remas dada Ida. Kami pun lalu
kembali berkumpul dengan anak-anak lainnya. Malamnya aku tidak bisa
tidur, memikirkan perasaan nikmat meremas tetek si Ida. Timbul di
pikiranku untuk lain waktu melihat bentuknya.
Kesempatan itu akhirnya datang ketika suatu hari aku bersama Ida mencari
kayu bakar di hutan. Hutan kecil letaknya agak jauh di belakang
rumahku. Kami jalan berdua melintasi sawah yang habis dipanen. Di hutan ,
yang sebetulnya bukan hutan lebat, kami mengumpulkan ranting-ranting
kering. Setelah cukup banyak dan diikat agar mudah membawanya kami pun
istirahat. Di situ kebetulan ada pohon seri. Kami mengambil buah-buah
seri yang sudah merah dan segera melahapnya. Lumayan juga untuk
mengatasi haus. Di bawah pohon seri itu cukup bersih karena tidak ada
rumput. Tanahnya seingatku ditutupi oleh guguran daun kering, sehingga
kami bisa istirahat duduk di bawah kerindangannya.
Aku teringat oleh keinginanku melihat dada Ida. Keinginan itu aku
sampaikan ke Ida, tanpa basa-basi. Maklumlah anak-anak tidak mengerti
soal merayu dan basa basi. Ida serta merta menolak keinginanku sambil
menutup kedua tangannya ke dadanya. Ah sialan pikirku, bertingkah amat
si Ida. Aku lalu mengeluarkan jurus ancaman. Kalau dia tidak mau
memperlihatkan teteknya maka aku tidak mau menemaninya lagi mencari kayu
bakar. Kayu bakar memang hanya ada dihutan ini. Kami warga desa umumnya
memasak dengan kayu bakar, sehingga jika Ida tidak mencari kayu bakar
dia akan dimarahi ibunya.
“Ya udah, tapi jangan lama-lama ya aku malu, tau,” katanya yang kuingat waktu itu.
Ida lalu kusuruh membuka atasannya.
Dia membuka atasannya, tapi menutup dadanya dengan baju yang sudah
terbuka. Aku tentu saja protes karena tidak bisa melihat. Dibukanya
sebentar lalu ditutup lagi. Aku kurang puas dengan melihat sepintas
lalu. Aku mau melihatnya sepuas-puasnya.. Kemaluan ku sudah mengeras
dari tadi. Setiap aku mengingat dada Ida aku selalu begini.
Ida akhirnya membiarkan aku melihat sepuasnya. Aku bahkan kemudian
meraba dan menekan-nekan dada montok tapi masih kecil. Kulihat bentuknya
lucu dengan ujung lancip berwarna agak gelap. Puting susunya
kelihatannya masih sama besarnya dengan punyaku. “Pelan-pelan mas, sakit
kalu diremas kuat-kuat.
Aku meremas-remas sepuasku dan memperhatikan tetek kecil Ida dari depan.
Tiba-tiba Ida memelukku dari depan. Aku tidak tahu kenapa dia jadi
begitu. Aku protes karena jadi susah melihat dan memegang teteknya, tapi
Ida malah makin erat memelukku. Penisku jadi tertekan perutnya,
sehingga rasanya jadi makin keras aja.
Ida kubaringkan dikakiku pada posisi bersila. Dia melemas dan mengikuti
kemauanku. Mungkin karena tidak sengaja roknya terangkat agak tinggi.
Aku lalu menyingkap roknya. Tapi tangan ida segera mencegah dan
menurunkan kembali roknya.
Aku waktu itu minta agar Ida memperbolehkan aku melihat sebentar saja.
Mungkin karena dia sudah agak terangsang atau karena takut tidak aku
temani cari kayu bakar akhirnya aku boleh menyingkap roknya.
Ida mengenakan celana dalam dari katun yang agak longgar, sehingga
sebagian kemaluannya terlihat dari samping. Ini membuatku penasaran
untuk sekalian melihat kemaluannya. Tanpa bilang apa apa aku berusaha
menguak bagian samping celananya untuk melihat bentuk kemaluan Ida. Ida
terkejut dan tangaku dipegangnya. Aku bilang aku ingin liat sebentar
saja. Agak lama akhirnya dia baru melepas tanganku. Aku menguak celana
dalamnya . kelihatan belahan memeknya dengan benjolan kemaluan. Aku
ingat waktu itu Ida belum memiliki jembut,ajdi masih pelontos. Diantara
belahan itu seperti ada daging tumbuh menyembul. Aku makin penasaran
sehingga ingin menguak belahan memeknya. Namun karena celah celana
dalamnya tidak begitu besar jadi agak susah melihat celah memek Ida.
Aku kemudian menurunkan celana dalamnya. Meski Ida berusaha menahannya, tetapi akhirnya aku berhasil melepas celana dalamnya.
Setelah terlepas aku duduk diantara kedua pahanya yang dikangkangkan.
Aku puas melihat belahan memek Ida yang warnanya memerah. Sembulan
daging yang muncul diantara memek Ida tadi rupanya adalah bibir
memeknya. Aku baru tau kalau memek perempuan itu adanya dibagian bawah.
Tadinya aku kira berada di depan seperti kemaluan laki-laki. Bentuk
memek perempuan lucu banget, belahannya terus menyambung sampai ke
pantat. Aku lihat dengan melebarkan lipatan memeknya ada lubang kecil.
Aku kira disitulah lubang kencing perempuan.
Ida protes ketika memeknya aku sibak-sibak, sakit katanya.
Setelah puas aku mengakhiri permainan itu dan kami kembali pulang
menggendong kayu bakar. Ida menjadi patner tetapku mencari kayu bakar.
Jika ada anak lain yang mau ikut kami larang. Sebabnya setiap kami
mencari kayu bakar aku selalu membuka memek Ida. Rasanya kok
menyenangkan melihat memeknya berkali-kali. Jadi setiap kali sudah
melihat, rasanya seperti lupa jadi ingin lihat lagi keesokan harinya.
Aku terbiasa melihat memek Ida, dan ida pun sudah tidak lagi mencegah
jika aku ingin melihat memeknya. Kami sudah bebas. Satu kali Ida protes
karena dia belum pernah melihat kemaluanku. Aku waktu itu benar-benar
malu, untuk menunjukkan kemaluanku ke Ida. Ida kemudian mengancam tidak
mau lagi membuka baju dan celananya kalau aku tidak memperlihatkan
burungku.
Aku akhirnya menyerah dan memelorotkan celanaku sebentar memperlihatkan
burungku yang ngacung lalu buru-buru menutupnya lagi. Ida tentu saja
protes. Akhirnya kami berdua sepakat untuk bersama sama membuka celana.
Dengan hitungan 1,2,3 celana kami buka. Ida tertawa geli melihat
burungku. Aku waktu itu sudah sunat, sehingga ada bentuk topi baja di
ujung penisku. Mulanya aku tidak mau burungku dipegang Ida, Tapi karena
dia bilang tidak adil. Akhirnya aku menyerah dan membiarkan dia memegang
burungku. Burungku dipencet agak kuat. Aku kaget dan menarik tubuhku,
karena sakit. Aku minta Ida memegangnya jangan ditekan kuat-kuat.
Akhirnya Ida memegang agak lembut. Ada rasa nikmat menjalar ke seluruh
tubuhku.
Kuajari Ida agar menggengam penisku dengan lembut. Dia menuruti dan aku
merasa makin nikmat. Mungkin juga karena naluri aku menggenggam tangan
Ida yang sedang menggenggam penisku dan melakukan gerakan mengocok.
Padahal aku waktu kelas 6 SD belum tahu soal onani. Rasanya nikmat
sekali dikocok tangan Ida. Dia kuminta melakukan terus sementara aku
berusaha memegang teteknya lalu memeknya. Tiba-tiba knikmatan luar biasa
menjalar kelseluruh tubuhku. Aku merasakan denyut-denyut nikmat dan Ida
kuminta menghentikan kocokan. Diujung penisku keluar cairan bening
kental, tetapi mungkin cuma 2 tetes. Aku pada waktu itu belum mengalami
mimpi basah.
Kami kemudian sering melakukan adegan seperti itu ketika mencari kayu
bakar. Aku bahkan sudah membuat tempat khusus untuk kencan kami, yaitu
ditengah semak dan di situ kami gelar lembaran tikar bekas dan
dibawahnya dilapisi daun-daun kering. Tempatnya agak jauh ke dalam
hutan.
Suatu kali aku teringat anjing melakukan hubungan kelamin, ketika kami
sedang bercumbu. Tapi aku takut memasukkan penisku ke dalam lubang memek
Ida, karena takut tidak bisa lepas seperti anjing yang sering aku
lihat. Aku hanya ingin menempelkan ujung penisku ke lubang memek Ida .
Ketika kucoba pertama kali rasanya lebih nikmat. Aku menggeser-geser
penisku di memek Ida sampai aku puas.
Percumbuan kami terus mengalami kemajuan, sampai akhirnya aku mencoba
menutup lubang memek Ida dengan kepala penisku. Berkali-kali kepala
penisku meleset, seperti tidak bisa ditempatkan di memeknya. Aku pun
berkali-kali berusaha , sampai akhirnya dengan menguak belahan memek Ida
kepala penisku bisa menutup lubang memek Ida. Aku tekan-tekan, rasanya
nikmat sekali, semakin aku tekan rasanya semakin nikmat. Sementara itu
Ida protes karena dia katanya merasa sakit dan perih. Tapi aku yang
dikuasai nafsu tidak perduli, sampai aku mencapai kepuasan.
Acara mengocok penisku dengan tangan sekarang sudah lagi tidak
dilakukan. Aku selalu berusaha menutup kepala penisku ke belahan memek
Ida. Aku mendapat akal agar mudah menutup kepala penisku di lubangnya
memek ida maka kepala penisku kulumuri ludah. Dengan begitu rasanya
lebih mudah bagiku menempatkan kepala penisku sehingga tidak kepeleset
kemana-mana. Aku merasa sangat nikmat dan mungkin karena rasa nikmat itu
aku menekan penisku makin keras. Aku tidak ingat akan anjing yang
kelaminnya tidak bisa lepas sehabis kawin. Rasa nikmat itu membuatku
menekan keras dan memaju mundurkan. Rasanya waktu itu aku bisa maju
mundur sedikit-sedikit di memek Ida sampai aku mencapai kepuasan.
Sudah berapa kali aku dan Ida melakukan posisi seperti itu sampai
akhirnya Ida tidak terlalu merasa sakit lagi. Anehnya Penisku bisa lebih
mudah menancap di memek ida meski hanya kepalanya saja. Memek Ida jika
aku tekan-tekan lama-lama seperti mengeluarkan lendir sehingga jadi
licin.
Itulah sebabnya suatu kali aku tidak sengaja menekan terlalu keras
ketika melakukan maju mundur sehingga penisku kejeblos ke dalam memek
Ida. Ida menjerit dan dia menangis kesakitan. Aku pun terkejut, karena
merasa penisku tenggelam di memek Ida. Tapi kok rasanya lebih nikmat.
Tiba-tiba aku ingat soal anjing yang penisnya lengket. Buru-buru aku
cabut. Ternyata bisa. Kulihat penisku berdarah, meski tidak banyak.
Kuperhatikan memek Ida tidak ada darah meleleh. Aku lalu berpikir
mungkin penisku lecet sehingga berdarah. Aku menyekanya dengan lap
handuk yang selalu aku bawa untuk menyeka keringat. Kecermati penisku
tidak terluka dan tidak ada rasa sakit. Sementara Ida mengeluh bahwa
memeknya terasa perih.
Aku menduga mungkin memek Ida yang lecet karena aku terlalu dalam tadi
membenamkan penisku. Dia mengambil sapu tangan handuknya dan melap celah
memeknya. Terlihat disitu ada sedikit warna merah muda.
Aku kali itu mengakhiri permainan sebelum aku mencapai kepuasan. Aku
terpaksa membopong kayu bakar Ida, karena katanya dia agak sakit kalau
berjalan. Jalannya pada awalnya agak aneh, tetapi lama-kelamaan jadi
normal.
Lebih dari seminggu aku tidak mengulangi adegan menancapkan penisku,
meskipun aku punya keinginan kuat. Ida beralasan memeknya perih.
Mungkin 10 hari kemudian akhirnya Ida mau kembali melakukan adegan itu.
Penisku agak mudah dimasukkan ke memek Ida, meski Ida mengernyit masih
agak sakit katanya. Tapi aku merasa kenikmatan luar biasa ketika penisku
terasa dicengkam oleh memek Ida. Aku melakukan gerakan maju mundur
berkali-kali sampai akhirnya puas. Penisku sampai melemah di dalam memek
Ida.
Setelah sekitar 5 kali permainan pada hari-hari berikutnya akhirnya aku
lebih mudah memasukkan penisku ke memek Ida. Ternyata penisku lebih
nikmat jika dijepit memek Ida daripada hanya digenggam-gengam.
Aku jadi terbiasa melakukan persetubuhan dengan Ida dan akhirnya menjadi
kecanduan. Ida pun tampaknya sudah mulai menikmati persetubuhan karena
pantatnya bergoyang-goyang ketika aku tusuk dengan penisku. Kami
biasanya melakukan sampai 2 ronde di dalam hutan. Bahkan malam-malam
kami melakukan lagi di bale-bale belakang rumah yang gelap.
Kami merahasiakan hubungan kami itu, meskipun aku rasanya ingin
menceritakan pengalamanku yang mengasyikkan kepada teman-temanku. Tapi
aku takut ketahuan, karena teman-temanku bisa saja tidak menjaga rahasia
itu.
Sekitar setahun kemudian keluarga Ida pindah ke kota, sehingga aku
kehilangan patner. Tetapi aku bisa membujuk teman cewekku yang lain
untuk melakukan hubungan itu. Rita yang badannya lebih besar dari Ida
berhasil aku setubuhi. Dia mulanya merasa sakit, tapi lama kelamaan dia
juga bisa menikmati seperti halnya Ida.
Dari pelajaran biologi aku mengetahui kemudian bahwa jika sperma masuk
ke dalam memek perempuan bisa menyebabkan kahamilan, aku kemudian
membatasi tidak melepas spermaku, ketika suatu kali aku mulai memiliki
sperma.
Ada sekitar 3 cewek yang sudah kusetubuhi di kampungku sampai aku akhirnya meneruskan sekolah di kota meneruskan SMA.